Tuhan, sudah ku berpura-pura menulikan telingaku, berpura-pura memejamkan mata, senyuman ku atas kepedihanpun ku simpan rapi ketika aku bertahan. satu, aku tak bisa berpura-pura menahan apa yang ada dihatiku.
Namun aku lalai Tuhan, sungguh aku di titik batas rasa yang mencekik ku secara perlahan.
Tuhan aku lalai aku tak mampu berpura-pura menahan rasa yang seharusnya aku tahan.
Aku menuju lelah untuk bertahan atas kesabaran ini.
Terkadang lelah itu mengetuk pintu hatiku berkali-kali,
Terkadang..
Disaat dia yang selama ini menjadi teman yang ada di saat tertawa bahkan sedihpun
Disaat dia yang menyapa hari ku mengisi kepingan cerita hidup
Namun di saat ini dia berpaling ke belakang membenci ku seakan kedekatan, susah, dan bersama dulu yang pernah kita lalui hanya dia anggap sebagai moment yang tak patut di ingat.
Tuhan. aku harus bagaimana ketika dia membenciku?ketika sindiran dia begitu menyakitkan ku?
Apa aku harus berpura-pura menahan semuanya.
Apa terus menerus dan begitu seterusnya, benar aku mengerti sikap dan sifatnya yang keras dan terkadang tak memikirkan perasaanku. Benar ku tahu juga kelemahanku lah yang tak mampu mengimbangi sikapnya.
Terkadang kebingunganku ini menahanku untuk terus menerima sikapnya. Namun, siapa yang akan bertahan setelah selama ini aku begitu mengerti sikapnya mengerti maunya membantu sulitnya dia, ketika itu juga dia mencampakkan ku dan berpihak ke yang lain. Apa kali ini aku harus diam?bertahan? Sedikitpun tak ada niat bagiku untuk membencinya, tidak ada kutegaskan sekali lagi. Tapi mengapa perasaan ini terus menuntutku?kenapa keadaan ini membuatku berulangan kali menetaskan air mata. Entah apapun itu aku benar-benar kecewa dengan keadaan ini se-khusunya atas sikapmu. MAAF.
Tuhan dalam gelisahku, kumohon bimbingan Mu.
Sahabat ?Teman?Siapa dirimu?
-salam kecewa-
Rafika


Tidak ada komentar:
Posting Komentar